KATA PENGANTAR
الرَّحِيمِ الرَّحْمنِ اللهِ بِسْمِ
Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang masih memberikan nafas kehidupan, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Biografi Ibnu Kholdun” dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar dalam segala keteladanannya.
Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Sosiologi Hukum yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini, orang tua yang selalu mendukung kelancaran tugas kami.
Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi tim penulis khususnya dan pembaca yang budiman pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya tugas ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.
Malang, 18 Maret 2014
Khamim Muhammad M
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................... 1
DAFTAR ISI....................................................................................................... 2
BAB I : PENDAHULUAN.............................................................................. 3
1.1 Latar Belakang................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 4
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................. 4
1.4 Manfaat Penulisan............................................................................... 4
1.5 Metode Penulisan................................................................................ 4
BAB II : PEMBAHASAN ................................................................................ 5
2.1 Biografi Ibnu Kholdun.................................................................... 5
2.2 Guru-guru Ibnu Kholdun................................................................. 6
2.3 Murid-murid Ibnu Kholdun............................................................. 8
2.4 Karya-karya Ibnu Kholdun.............................................................. 9
2.5 Pemikiran Ibnu Kholdun tentang Masyarakat................................. 10
BAB III : PENUTUP...................................................................................... 15
3.1 Kesimpulan....................................................................................... 15
3.2 Saran................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbicara tentang tokoh sosiologi Ibnu Khaldun, beliau adalah seorang sejarawan sosiologi yang banyak dikagumi oleh kalangan intelektual yang cinta akan ilmu pengetahuan baik dunia bagian Timur maupun Barat. Hal ini disebabkan pemikiran-pemikiran Ibnu Khaldun yang banyak tertuang dalam buku karangannya Mukaddimah, buku pengantar sejarah yang sangat terkenal dan fenomenal. Dari masa Ibnu Khaldun sampai pada saat ini pemikiran beliau masih sangat relevan digunakan.
Salah satu karya yang terkenal yaitu buku Mukaddimah ini selain memperkenalkan kepada kita tentang pribadi Ibnu Khladun, pemikiran tentang sosial, sarjana dan ‘ulama, diplomat dan politikus dengan pengalaman-pengalaman di istana sampai ke markas militer di Afrika Utara dan Spanyol, kita juga diperkenalkan tentang pemikiran Ibnu Khaldun tentang pendidikan.
Meskipun keadaan lingkungan ketika Ibnu Khaldun lahir tidak stabil, akan tetapi hal itu tidak menjadi penghambat bagi Ibnu Khaldun untuk terus belajar dengan kerja keras. Sehingga sampai saat ini pemikirannya sangat populer digunakan golongan intelektual di belahan dunia. Selain Mukaddimah, masih banyak buah karya yang ditulis oleh Ibnu Khaldun. Serta pemikiran pendidikan Ibnu Khaldun yang masih relevan digunakan sampai saat ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
- Bagaimana biografi Ibnu Kholdun ?
- Siapa sajakah guru-guru Ibnu Kholdun ?
- Siapa sajakah murid-murid Ibnu Khodun ?
- Apa sajakah karya-karya Ibnu Kholdun ?
- Bagaimanakah Pemikiran Ibnu Kholdun tentang masyarakat ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan tugas ini adalah sebagaimana berikut :
1. Untuk mengetahui biografi Ibnu Kholdun.
2. Untuk mengetahui guru-guru Ibnu Kholdun.
3. Untuk mengetahui murid-murid Ibnu Kholdun.
4. Untuk mengetahui karya-karya Ibnu Kholdun.
5. Untuk mengetahui pemikiran Ibnu Kholdun tantang masyarakat.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Memberi pengetahuan baru tentang siapa itu Ibnu Kholdun.
2. Memberi cakrawala baru pada pembaca Ibnu Kholdun.
3. Memberi pengetahuan baru kepada pembaca perihal pemikiran Ibnu Kholdun tentang masyarakat.
4. Bagi peneliti, makalah ini sebagai penambah ilmu pengetahuan dan wawasan.
5. Bagi pihak lain, makahlah ini sebagai bahan pertimbangan dan acuan untuk penelitian lebih lanjut.
1.5 Metode Penulisan
Dari pembuatan dan penulisan tugas “Biografi Ibnu Kholdun” ini, penulis menggunakan metode studi pustaka yaitu salah satu metode yang digunakan dalam penulisan Karya Tulis (tugas) dengan cara mengumpulkan literatur baik berasal dari berbagai buku dan mencari inti-inti pembahasan mahar. Sehingga menjadi sebuah bahasan yang menarik pada tugas ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi Ibnu Kholdun.
Ibn Kholdun merupakan bapak sosiologi dan sejarawan Islam. Dia terkenal karena karyanya yang berjudul Muqaddimah (Prolegomena).[1] Nama lengkapnya adalah Waliyuddin Abd al-Ramban ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Abi Bakr Muhammad ibn al-Hasan ibn Kholdun. Dia lahir di Tunisia di awal bulan Ramadhan 732 H (27 Mei 1333 M) dan wafat di Kairo pada tanggal 25 Ramadhan 808 H (19 Maret 1406 M).[2]
Keluarganya berasal dari Hadharamaut dan silsilahnya sampaikan kepada seorang sahabat Nabi yang bernama Waly ibn Hujr dari kabilah Kindah. Salah seorang cucu Waly, Khalid ibn Utsman, memasuki daerah Andalusia bersama orang-orang Arab penakluk di awal abad ke-3 H (9 M). anak cucu Khalid membentuk satu keluarga yang besar dengan nama Bani Khaldun. Dari Bani Kholdun inilah nama Ibn Kholdun berasal. Bani Kholdun ini pertama kali berkembang di kota Qarmunah di Andalusia. Di kota inilah mereka bertempat tinggal sebelum hijrah ke kota Isybilia (Seville). Di kota yang terakhir ini bintang Bani Kholdun mulai bersinar. Anggota keluarga Bani Kholdun menduduki beberapa jabatan penting. Ketika dinasti al-Muwahhidun mengalami kemunduran di Andalusia, Bani Hafs, penguasa Isybilia, hijrah ke Tunisia, Afrikakarena daerah kekuasaannya jatuh ke tangan penguasa Kristen. Bani Kholdun juga ikut hijrah ke sana. Abu Bakar dianggat menjadi gubernur di Tunisia, sementara anaknya, Muhammad ibn Abi Bakr, kakek ibn Kholdun, menjadi menteri kehakiman. Walaupun kekuasaan Bani Hafs di Tunisia jatuh ke tangan pemimpin al-Muwahhidun, Amir Abu Yahya al-Lihyani (711 H), kakek Ibnu Kholdun tetap menduduki jabatan penting. Akan tetapi, salah seorang puteranya, Abu Abdillah Muhammad, ayah Ibnu Kholdun, tidak terjun ke dunia politik dan cenderung memasuki dunia ilmu dan pendidikan.
Secara umum kehidupan Ibnu Kholdun dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu:[3]
1. Pertama, fase kelahiran, perkembangan, dan studi. Fase ini berlangsung sejak kelahiran sampai usia dua puluh tahun, yaitu dari tahun 732/1332 M hingga 751 H/1350 M. fase ini dilaluinya di Tunis.
2. Kedua, fase bertugas di pemerintahan dan terjun ke dunia politik di Maghrib dan Andalusia, yaitu dari tahun 751/1350 M sampai tahun 776H/1374 M.
3. Ketiga, fase kepengarangan, ketika dia berpikir dan berkontemplasi di Benteng Ibn Salamah milik Bani Arif, yaitu sejak tahun 776H/1374 M sampai 784H/1382 M.
4. Keempat, fasemengajar dan bertugas sebagai Hakim Negeri di Mesir, yaitu dari tahun 784H/1382 M sampai wafatnya tahun 808 H/1406 M.
2.2 Guru – guru Ibnu Kholdun.
Seperti biasa berlaku di Negara-negara Islam, sewaktu kecil Ibn Kholdun menghafal al-Qur’an dan belajar tajwid. Ayahnya adalah gurunya yang pertama. Pendidikan yang diperoleh Ibnu Khaldun diantaranya adalah pelajaran agama, bahasa, logika dan filsafat juga diperoleh dari ayahnya sendiri. Di samping Ibnu Khaldun juga menghafal al-Qur’an, mempelajari fisika dan matematika dari ulama-ulama besar pada masanya. Dia juga mempelajari ilmu-ilmu syariat, tafsir, hadits, ushul fiqh, tauhid dan fiqh mazhab maliki dan juga beliau Ibn Kholdun juga mempelajari ilmu bahasa: nahwu, shorof, balaghoh. Di antara guru-guru Ibnu Khaldun adalah Muhammad bin Saad Burral al-Anshari, Muhammad bin Abdissalam, Muhammad bin Abdil Muhaimin al-Hadrami dan Abu Abdillah Muhammad bin Ibrohim al-Abilli. Dari merekalah Ibnu Khaldun mendapatkan berbagai macam ilmu pengetahuan. Pada tahun 1349 setelah kedua orang tua Ibnu Khaldun meninggal dunia Ibnu Khaldun memutuskan untuk pindah ke Marokko, namun dicegah oleh kakaknya, baru tahun 1354 Ibnu Khaldun melaksanakan niatnya pergi ke Marokko, dan di sanalah Ibnu Khaldun mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan tingginya. Selama menjalani pendidikannya di Marokko, ada empat ilmu yang dipelajarinya secara mendalam yaitu: Kelompok bahasa Arab yang terdiri dari: Nahwu, shorof, balaghoh, khitabah dan sastra. Kelompok ilmu syari’at terdiri dari: Fiqh (Maliki), tafsir, hadits, ushul fiqh dan ilmu al-Qur’an. Kelompok ilmu ‘aqliyah (ilmu-ilmu filsafat) terdiri dari: filsafat, mantiq, fisika, matematika, falak, musik, dan sejarah. Kelompok ilmu kenegaraan terdiri atas: ilmu administrasi, organisasi, ekonomi dan politik. Dalam sepanjang hidupnya Ibnu Khaldun tidak pernah berhenti belajar, sebagaimana dikatakan oleh Von Wesendonk: bahwa sepanjang hidupnya, dari awal hingga wafatnya Ibnu Khaldun telah dengan sungguh-sungguh mencurahkan perhatiannya untuk mencari ilmu. Sehingga merupakan hal yang wajar apabila dengan kecermelangan otaknya dan didukung oleh kemauannya yang membaja untuk menjadi seorang yang alim dan arif, hanya dalam waktu kurang dari seperempat abad Ibnu Khaldun telah mampu menguasai berbagai ilmu pengetahuan.
Secara umum bisa di ringkas guru-guru Ibn Kholdun terbagi atas beberapa nama yaitu:
1. Abu Abdullah Muhammad yaitu ayahnya yang menjadi guru pertama Ibnu Khaldun. Dari ayahnya beliau belajar membaca, menulis dan bahasa Arab.
2. Abu Abdullah Muhammad Ibn Sa’ad Ibn Burral al-Anshari, ia termasuk pendidik Ibnu Khaldun dalam bidang al-Qur’an dan Qira’atul Sab’ah.
3. Syeikh AbdullahIbn al-‘Arabi al-Hasayiri, Muhammad al-SAwwas al-Zarazli Ahmad Ibn al-Qassar, Syekh Syams al-Din Abu Abdullah Muhammad al-Wadisyasyi, mereka adalah pendidik /guru dalam bidang ilmu hadist, bahasa Arab dan Fiqh.
4. Abdullah Muhammad Ibn Abd al- Salam, ia adalah pendidik khusus kitab al-Muwattha’ karya imam Malik.
5. Muhammad Ibn Sulaiman al-Satti Abd al-Muhaimin al-Hadrami dan Muhammad Ibn Ibrahim al- Abili, mereka adalah pendidik ilmu pasti, logika dan seluruh ilmu tehnik, kebijakan dan pengajaran dan ilmu pokok al-Qur’an hadist.
6. Syekh Syamsuddin Abu Abdullah Muhammad al-Wadiyasyi, ia mengajarkan ilmu hadis dan fiqih serta bahasa Arab pada Ibnu Khaldun.
Namun sebagaimana yang dikatakan Ramayulis dan Samsul Nizar dalam buku” ensiklopedi tokoh pendidikan” bahwa ada dua guru Ibnu Khaldun yang sangat berjasa kepada beliau yaitu Muhammad Ibnu Ibrahim al-Abili dalam bidang ilmu filsafat dan syekh Abd al-Muhaimin Ibn al-Hadramani dalam ilmu-ilmu agama. Dari kedua guru inilah beliau belajar al-Kutubu Sittah dan al-Muwattha’.
2.3 Murid-murid Ibnu Kholdun
Ibni Kholdun mempunyai sejumlah besar murid, baik pada waktu ia mengajar di Tunisia di Unervesitas Al-Qasbah maupun pada waktu mengajar di Kairo (Al-Azhar dan tempat lain). Diantara murid-muridnya yang terpenting dan ternama antara lain[4]:
1. Sejarawan ulung Taqiyuddin Ahmad ibnu Ali Al-Maqrizi pengarang buku Al-Suluk Li Ma’rifah Duwal Al-Muluk. Pada buku ini, Al-Maqrizi mengungkapkan bahwa guru kami Abu Zaid Abd Al-Rahman ibnu Kholdun dating dari negeri Magrib dan mengajar di Al-Azhar serta mendapat sambutan baik dari masyarakat.
2. Ibnu Hajar Al-Asqalani, seorang ahli hadis dan sejarawan terkenal (wafat 852 H). dikabarkan bahwa ia sering mengadakan pertemuan dengan ibnu kholdun mendengar pelajaran-pelajaran yang berharga dan tentang karya-karyanya terutama tentang sejarah.
2.3 Karya – karya Ibnu Kholdun.
Meskipun Ibnu Khaldun hidup pada masa di mana peradaban Islam mulai mengalami kehancuran atau menurut Nurkholish Madjid, pada saat umat Islam telah mengalami anti klimaks perkembangan peradabannya, namun ia mampu tampil sebagi pemikir muslim yang kreatif yang melahirkan pemikiran-pemikiran besar yang dituangkan dalam beberapa karyanya, hampir seluruhnya bersifat orisinil dan kepeioporan.[5]
Karya terbesar Ibn khaldun adalah Al-Ibar (Sejarah Dunia ).karya ini terdiri dari tiga buah buku yang terbagi ke dalam tujuh volume, yakni Muqaddimah (satu volume), Al ibar (4 volume) dan Al Ta’rif bi ibn Khaldun (2 volume). Secara garis besar ,karya ini merupakan sejarah umum tentang kehidupan bangsa Arab ,Yahudi, Yunani, Romawi ,Bizantium, Persia, Gorth,dan semua bangsa yang di kenal masa itu. Ibn khaldun mencampur pertimbangan-pertimbangan filosofis, sosiologis, etis dan ekonomis dalam tulisan-tulisannya. Selain itu ia juga menulis banyak buku, antara lain: Syarh Al Burdah, sejumlah ringkasan atas buku-buku karya Ibnu Rasyd, Sebuah catatan atas buku Matiq, Mukhtasar kitab Al- Mahsul karya Fakhr al-Din al-Razi (Usul Fiqh), sebuah buku tentang matematika.[6]
Berikut ini beberapa karya Ibnu Khaldun yang cukup terkenal, antaralain;
1. Kitab al-I’bar wa Dhuan al-Mubtada’ wa al-Khabar fi Ayyam al-’Arab wa al-’Ajam wa al-Barbar wa man ‘Asharahiim min Dzawi al-Suthan al-Akbar. Karya yang dilihat dari judulnya mempunyai gaya sajak yang tinggi ini dapat diterjemahkan menjadi; Kitab contoh-contoh dan rekaman tentang asal-usul dan peristiwa hari-hari arab, Persia, Barbar dan orang-orang yang sezaman dengan mereka yang memiliki kekuatan besar. Oleh karena judulnya terlalu panjang, orang sering menyebutnya dengan kitab al- ‘Ibar saja, atau kadang cukup dengan sebutan Tarikh Ibnu Khaldun.[7]
2. Kitab al-Ta ‘rif lbnu Khaldun wa Rihlatuhu Garban wa Syarqan. Adalah kitab otobiografi Ibnu Khaldun secara lengkap di mana ia dipandang sebagai orang besar abad pertengahan yang paling sempurna meninggalkan riwayat hidupnya.[8]
3. Kitab Muqaddimah Ibnu Khaldun. Dalam volume tujuh jilid, kajian yang dikandung begitu luas menyangkut masalah-maslah sosial, para Khaldunian cenderung menganggapnya sebagai ensiklopedia.[9]
Selain karya yang telah disebutkan di atas, Ibnu Khaldun sebenarnya memiliki karya-karya lainnya seperti; Burdah al-Bushairi,tentang logika dan aritmatika dan beberapa resume ilmu fiqih. Sementara itu masih ada dua karya Ibnu Khaldun yang masih sempat dilestarikan yaitu sebuah ikhtisar yang ditulis Ibnu Khaldun dengan tangannya sendiri ini diberijudul Lubab al-Muhashal fl Ushul al-Din. Dan kitab Syifa al-Sailfi Tahdzib al-Masatt yang ditulis Ibnu Khaldun ketika berada di Fez, adalah karya pertama yang berbicara tentang teologi skolastik dan karya kedua membahas tentang mistisisme konvensional.[10]
2.4 Pemikiran Ibnu Kholdun tentang Masyarakat.
Ibn Khaldun adalah salah seorang cendekiawan Muslim yang hidup pada masa kegelapan Islam. Ia dipandang sebagai satu-satunya ilmuwan Muslim yang tetap kreatif menghidupkan khazanah intelektualisme Islam pada periode Pertengahan. Ibn Khaldun dalam lintasan sejarah tercatat sebagai ilmuwan Muslim pertama yang serius menggunakan pendekatan sejarah (historis) dalam wacana keilmuan Islam (Amin Abdullah, 1997: 87). Sejak al-Kindi, al-Farabi, sampai sekarang, pemikiran Islam hanya menyinggung masalah manthiq, tabi'iyyat dan illahiyyat. Ilmu-ilmu kemanusiaan, termasuk sejarah, tidak atau belum pernah menjadi sudut bidik telaah keilmuan yang serius.
Begitu banyak pemikiran-pemikiran Ibnu Khlodun, namun penulis akan lebih focus membahas pemikiran ibnu kholdun tentang Historigrafi atau penulisan sejarah, berikut pemaparannya;
Menurut Ibn Khaldun[11], sejarah menurut wataknya memang bisa disusupi oleh kebohongan. Ada tujuh faktor yang menyebabkannya, yaitu:
(1) Adanya semangat terlibat (tasyayyu' atau partisanship) kepada pendapat-pendapat-pendapat dan mazhab tertentu. Apaila seorang sejarawan memiliki sikap ini, maka ia hanya akan menerima informasi sejarah yang menguntungkan pendapat mazhabnya. Semangat terlibat akan menutup mata seorang sejarawan untuk bertindak kritis. Ia hanya menerima segala informasi yang dapat memberinya keuntungan, walaupun informasi itu penuh dengan kebohongan.
(2) Terlalu percaya kepada seseorang atau pihak penukil berita sejarah. Padahal, sebelum berita itu diterima, sudah seharusnya terlebih dahulu dilakukan kritik ekstra berupa ta'dil dan tarjih atau personality critisism.
(3) Tidak memiliki kemampuan untuk menangkap kebenaran dari apa yang dilihat atau didengar, kemudian menyampaikan informasi diperolehnya atau observasi yang dilakukannya atas dasar perkiraan-perkiraan saja. Sejarawan dengan sikap ini tidak akan mampu menganalisa permasalahan dengan tepat. Hal ini mungkin saja terjadi karena kekurangan informasi atau karena kurang tajam pandangannya.
(4) Asumsi yang tidak beralasan terhadap kebenaran sesuatu. Sejarawan bersikap seperti ini biasanya disebabkan terlalu percaya kepada sumber informasi, sehingga ia tidak berpikir tentang kemugkinan kebenaran yang lainnya.
(5) Tidak mampu secara tepat menempatkan suatu peristiwa pada prooporsi yang sebenarnya atau bagaimana kondisi-kondisi sesuai dengan realitas. Hal ini bisa terjadi karena adanya ambisi-ambisi, distorsi, atau kabur dan rumitnya peristiwa sejarah yang dihadapi. Sikap ini bisa menyebabkan terjadinya pemutarbalikan fakta sejarah, dan dengan tidak sengaja telah menyampaikan informasi yang tidak benar.
(6) Adanya fakta bahwa kebanyakan orang cenderung untuk mengambil hati orang-orang yang sedang berkuasa atau memiliki kekuasaan. Dengan memuji dan menyanjungnya, mereka hanya menyampaikan hal-hal yang baik-baik saja, sehingga informasi yang dipublikasikan menjadi tidak jujur dan menyimpang dari kebenaran. Sejarawan seperti ini biasanya ingin mencari muka, dengan tujuan mendapatkan keuntungan hanya untuk dirinya sendiri.
(7) Tidak mengetahui hukum-hukum dan watak-watak perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Setai peristiwa pada hakekatnya mempunyai watak khas dan kondisi-kondisi yang melebur di dalamnya. Apabila seorang sejarawan mengetahui hukum-hukum dan watak-watak suatu peristiwa, maka pengetahuan itu sesungguhnya dapat membantunya dalam membedakan yang benar dan yang salah. Pengetahuan ini lebih efektif dalam memeriksa informasi sejarah secara kritis. Oleh karena itu, sebab ketujuh ini merupakan sebab terpenting, meskipun diletakkan pada urutan terakhir.
Lebih lanjut, seperti dikatakan al-Khudairi,[12] masih ada dua sebab kesalahan sejarawan yang dikemukakan Ibn Khaldun dalam ketujuh urutan di atas, tetapi tidak terdapat dalam pendahuluan al-Muqaddimah. Pertama, seringkali para sejarawan terjatuh ke dalam kesalahan pada pemahaman berita dan peristiwa, karena mereka terlalu mendasarkan diri kepada penukilan semata (isnad), terlepas apakah berita itu benar atau salah. Mereka tidak mengembalikannya kepada asal-usulnya. Mereka juga tidak mampu menganalogikannya dengan peristiwa-peristiwa yang serupa. Mereka juga tidak mengujinya dengan ukuran hikmahnya, dan berhenti pada watak-watak yang ada dan memperkuat penelitian dan pengkajian terhadap berita itu saja, sehingga mereka menyimpang dari kebenaran.
Sebab yang kedua adalah penganalogian secara mutlak masa lalu atas masa kni. Dalam kaitan ini Ibn Khaldun mengatakan bahwa kadang-kadang si pendengar mendengar banyak berita orang-orang masa lalu dan kurang memahami perubahan keadaan. Maka berita itupun ia serupakan dengan apa yang ia ketahui dan ia samakan dengan apa yang ia saksikan, padahal kadang-kadang perbedaan antara keduanya jauh sekali. Akibatnya ia pun terjatuh ke dalam jurang kekeliruan. Oleh karena itu, para sejarawan harus menyadari terjadinya perkembangan dan perubahan pada segala sesuatu yang ada dalam masa lalu. Apabila masa kini hendak dianalogikan dengana masa lalu, hendaknya disadari adanya perbedaan dan persamaan antara kedua masa itu. Pengabaian terhadap hal tersebut akan membuat orang terjatuh pada kesalahan yang fatal.
Beberapa kesalahan sejarawan seperti dikemukakan oleh Ibn Khaldun di atas, menurut 'Ashi,[13]sebenarnya dapat dikelompokkan ke dalam empat pont utama, yaitu:
(1) Tidak berpegang kepada prinsip obyektifitas (maudhui'yyat), baik dari sisi periwayat maupun dari sisi yang menyampaikannya kembali.
(2) Tidak memperhatikan hukum-hukum alam (qawanin al-thabi'ah). Seorang sejarawan seharusnya memiliki pertimbangan, apakah informasi yang disampaikan itu mungkin terjadi atau tidak mungkin.
(3) Tidak mengetahui hukum-hukum perubahan soaial (laws of social change) yang berkaitan dengan thabai' al-'umran.
(4) Kebingungan di dalam menentukan tujuan-tujuan sejarah. Seorang sejarawan hendaknya mengetahui situasi zamannya, sebab setiap karya sejarah pada intinya merupakan gembaran atau perspektif manusia terhadap sejarah pada waktu itu.
Dengan dikemukakannya beberapa kesalahan sejarawan oleh Ibn Khaldun dalam al-Muqaddimah, sesungguhnya Ibn Khaldun telah merintis apa yang disebut seagai sejarah ilmiah (scientific history). Sejarah seperti ini pernah dicetuskan oleh Leopold van Ranke (1795-1886) pada abad 19 di Jerman, dan dengan demikian berarti Ibn Khaldun telah mendahului Ranke. Di tangan Ibn Khaldun, sejarah menjadi sesuatu yang rasional, faktual, dan bebas dari unsur mitos dan takhyul. Ibn Khaldun telah menggambarkan manusia apa adanya. Ibn Khaldun mampu menahan diri untuk tidak melebih-lebihkan pihak yang disukainya, disamping juga tidak merendahkan pihak yang dibencinya.[14]
Menurut wataknya, sejarah bisa memuat kebohongan disebabkan karena hal berikut: (1) adanya semangat terlibat (tasyayyu’, partisanship) kepada pendapat dan mazhab, (2) terlalu percaya kepada sumber (orang) tertentu, (3) tidak memahami maksud yang sebenarnya, (4) asumsi yang tidak berasalan terhadap kebenaran sesuatu hal, (5) tidak memahami realitas yang sebenarnya, (6) adanya laporan yang abs (asal bapak senang), dan (7) ketidaktahuan akan watak yang muncul dalam setiap peradaban (Ibn Khaldun, h. 58).
Metode sejarah yang dikemukakan oleh Ibn Khaldun meliputi empat tahap. Menurutnya dalam penelitian sejarah membutuhkan: (1) sumber yang beragam, (2) pengetahuan yang bermacam-macam, (3) perhitungan yang tepat dan ketekunan, dan (4) memeriksa sumber-sumber yang dipakai secara teliti.[15]Keempat persyaratan yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun tersebut sepadan dengan tahap-tahap penelitian yang dikemukakan oleh para ahli sejarah yang datang kemudian, yang disebut metode sejarah kritis, yang meliputi empat tahap, yaitu: heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan penulisan.[16]
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Dari uraian ini, dapat ditarik kesimpulan, bahwasanya Ibn Kholdun merupakan bapak sosiologi dan sejarawan Islam. Dia terkenal karena karyanya yang berjudul Muqaddimah (Prolegomena). Nama lengkapnya adalah Waliyuddin Abd al-Ramban ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Abi Bakr Muhammad ibn al-Hasan ibn Kholdun. Dia lahir di Tunisia di awal bulan Ramadhan 732 H (27 Mei 1333 M) dan wafat di Kairo pada tanggal 25 Ramadhan 808 H (19 Maret 1406 M). Sosok Ibnu Khaldun merupakan seorang yang semasa hidupnya mengkritisi setiap fenomena yang terjadi pada lingkungan sekitar masyarakat. Terlihat dari hasil karyanya yang berjudul al-I’bar wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar fi al-A’yan wa al-A’rab wa al-A’jam wa al-Barbar wa man ‘Asrahum min zawi as-Sultan al-Akbar, yang membahas tentang fenomena-fenomena yang terjadi pada lingkungan masyarakat, termasuk didalamnya tentang kegiatan perekonomian. Sehingga dari hasil karyanya tersebut Pemikiran-pemikirannya yang cemerlang mampu memberikan pengaruh besar bagi cendekiawan-cendekiawan barat dan timur, baik muslim maupun non-muslim.
Ada dua guru Ibnu Khaldun yang sangat berjasa kepada beliau yaitu Muhammad Ibnu Ibrahim al-Abili dalam bidang ilmu filsafat dan syekh Abd al-Muhaimin Ibn al-Hadramani dalam ilmu-ilmu agama.
1.2 Saran
Harapan saya setelah tersusunnya tugas ini dapat menambah ilmu pengetahuan bagi pembaca. Dan saya juga menyadari tugas ini jauh dari kesempurnaan untuk itu saya mengharapkan keritik dan saran yang bersifat membangun untuk di jadikan bahan acuan dalam pemuatan tugas selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
.
Abdullah, Yusri Abdul Ghani , Historiografi Islam dari Klasik hingga Modern, Jakarta : Fajar Interpratama Offset, 2004
Mila, Manda dan Triningsing. Cendikiawan Islam, Yogyakarta : Kota Kembang, 2003
Abdurrahman Al-Allamah bin Muhammad bin Muhammad, Mukaddimah Ibnu Kholdun, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2011
Yatim, Badri, Historiografi Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997
Toto Suharto. (2003) Epistemologi Sejarah Kritis Ibnu Khaldun, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.
www.scribd.com/doc/40726065/ Ibnu Kholdun, diakses : 18-03-2014.
[1]Cendikiawan Islam dari Geber sampai Tamerlane, Manda Mila-Triningsih. Yogyakarta: Kota Kembang, 2003 hal 175.
[2]Historiografi Islam, Drs.Badri Yatim. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997 hal 139
[3]Tentang kesalahan-kesalahan para sejarawan berikut kritik dan pendapat Ibnu Kholdun tentang penulisan sejarah yang benar, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986, terjemahan Ahmadie Thoha. Hal 45-46
[4]Masturi Irham, Mukaddimah Ibnu Kholdun (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001)
[6]Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam, (Yogyakarta:Ekonisia,2002) hal 143
[11]Ibn Khaldun, Muqaddimah, terj. Ahmadie Thaha (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986), hlm. 57-59
[12]Zainab al-Khudairi, Filsafat Sejarah Ibn Khaldun, terj. Ahmad Rofi' Usmani (Bandung: Pustaka, 1987), hlm. 48-49.
[13]Toto Suharto, Epistemologi Sejarah Kritis Ibn Khaldun (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003), hlm. 160.
[14]Ahmad Syafii Maarif, Ibn Khaldun Dalam Pandangan Penulis Barat dan Timur (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 25-26.
[15]Ibn Khaldun, Muqaddimah..., hlm. 12-13.
[16]Lihat William Leo Lucey, History..., hal. 22-24; Gustaaf Johannes Renier, History..., hlm. 106- 110; dan lihat juga Louis Gottschalk, Mengerti..., hlm. 35-40; lihat juga Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen DIKTI, 1996), hlm. 69.
0 komentar
Post a Comment