Sahabat blogger kali ini saya akan berbagi cerita yang
bisa memotivasi diri Saya sendiri dan semoga diri Anda bisa juga termotivasi.
Kali ini saya mengshare postingan yang berjudul “Meja Kayu Yang Kecil” oke langsung saja silahkan dibaca ya.
******************************************************************************
Meja kayu yang kecil
Suatu ketika, ada seorang kakek yang harus tingggal
dengan anaknya. Selain itu, tinggal pula menantu, dan anak mereka yang berusia
6 tahun. Tangan orang tua ini begitu rapuh dan sering bergerak tak menentu.
Penglihatannya buram dan cara berjalannya pun ringkih.keluarga itu biasa makan
bersama diruang makan. Namun, sang orang tua yang pikun ini sering mengacaukan
segalanya. Tangannya yang bergetar dan matanya yang rabun, membuatnya susah
untuk menyantap makanan. Sendok dan garpu kerap jatuh ke bawah. Saat si kakek
meraih gelas, segera saja susu itu tumpah membasahi taplak.
Anak
dan menantunya pin menjadi gusar. Mereka merasa direpotkan dengan semua ini.
“Kita harus lakukan sesuatu,” ujar sang suami. “Aku nsudah bosan membereskan
semuanya untuk pak tua ini.” Lalu, kedua suami-istri ini pun membuatkan sebuah
meja kecil di sudut ruangan. Disana, sang kakek akan duduk untuk makan sendirian,
saat semuanya menyantap makanan. Karena sering memecahkan piring, keduanya juga
memberikan mangkuk kayu untuk si kakek.
Sering,
saat keluarga itu sibuk dengan makan malam mereka, terdengar isakan sedih dari
sudut ruangan. Ada air mata yang tampak mengalir dari gurat keriput si kakek.
Namun, kata yang keluar dari suami-istri ini salau omelan agar ia tak
menjatuhkan makanan lagi. Anak mereka yang berusia 6 tahun memandangi semua
dalam diam.
Suatu
malam, sebelum tidur, sang ayah memperhatikan anaknya yang sedang memainkan
kayu. Dengan lembut ditanyailah anaj itu. “Kamu sedang membuat apa?”. Anaknya
menjawab, “Aku sedang membuat meja kayu buat ayah dan ibu untuk makan saat aku
besar nanti. Nanti, akan kuletakan disudut itu, dekat dengan tempat kakek biasa
makan.” Anak itu tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya.
Jawaban
itu membuat kedua oarng tuanya begitu
sedih dan terpukul. Mereka tak mampu berkata-kata lagi. Lalu, air mata pun
mulai bergulir dari kedua pipi mereka. Walau tak ada kata-kata yang terucap, kedua
orang tua ini mengerti, ada sesuatu nyang diperbaiki. Malam itu, mereka
menuntun tangan si kakek untuk kembali makan bersama di meja makan. Tak ada
lagi omelan yang keluar saat ada piring jatuh, makanan yang tertumpah atau
taplak yang ternoda. Kini, mereka bisa makan bersama lagi di meja utama.
Hikmah
Sahabat,
anak-anak adalah persepsi dari kita. Mata mereka akan selalu mengamati, telinga
mereka akan selalu menyimak dan pikiran mereka akan selalu mencerna setiap hal
yang kita lakukan. Mereka adalah peniru. Jika mereka melihat kita memperlakukan
orang lain dengan sopan, hal itu pula yang akan dilakukan oleh mereka saat
dewasa kelak. Orang tua yang bijak, akan selalu menyadari setiap “bangunan
jiwa” yang akan disusun, adalah pondasi yang kekal buat masa depan anak-anak.
Mari, susunlah bangunan itu dengan bijak. Untuk
anak-anak kita, untuk masa depan kita, untuk semuanya. Sebab, untuk mereka lah
kita akan selalu belajar, bahwa berbuat baik pada oarng lain, adalah sama
halnya dengan tabungan masa depan.
0 komentar
Post a Comment