Wednesday, April 9, 2014

meja kayu yang kecil



Sahabat blogger kali ini saya akan berbagi cerita yang bisa memotivasi diri Saya sendiri dan semoga diri Anda bisa juga termotivasi. Kali ini saya mengshare postingan yang berjudul “Meja Kayu Yang Kecil” oke langsung saja  silahkan dibaca ya.
******************************************************************************
Meja kayu yang kecil
http://pangeran25.blogspot.com/2014/04/meja-kayu-yang-kecil.html

Suatu ketika, ada seorang kakek yang harus tingggal dengan anaknya. Selain itu, tinggal pula menantu, dan anak mereka yang berusia 6 tahun. Tangan orang tua ini begitu rapuh dan sering bergerak tak menentu. Penglihatannya buram dan cara berjalannya pun ringkih.keluarga itu biasa makan bersama diruang makan. Namun, sang orang tua yang pikun ini sering mengacaukan segalanya. Tangannya yang bergetar dan matanya yang rabun, membuatnya susah untuk menyantap makanan. Sendok dan garpu kerap jatuh ke bawah. Saat si kakek meraih gelas, segera saja susu itu tumpah membasahi taplak.
            Anak dan menantunya pin menjadi gusar. Mereka merasa direpotkan dengan semua ini. “Kita harus lakukan sesuatu,” ujar sang suami. “Aku nsudah bosan membereskan semuanya untuk pak tua ini.” Lalu, kedua suami-istri ini pun membuatkan sebuah meja kecil di sudut ruangan. Disana, sang kakek akan duduk untuk makan sendirian, saat semuanya menyantap makanan. Karena sering memecahkan piring, keduanya juga memberikan mangkuk kayu untuk si kakek.
            Sering, saat keluarga itu sibuk dengan makan malam mereka, terdengar isakan sedih dari sudut ruangan. Ada air mata yang tampak mengalir dari gurat keriput si kakek. Namun, kata yang keluar dari suami-istri ini salau omelan agar ia tak menjatuhkan makanan lagi. Anak mereka yang berusia 6 tahun memandangi semua dalam diam.
            Suatu malam, sebelum tidur, sang ayah memperhatikan anaknya yang sedang memainkan kayu. Dengan lembut ditanyailah anaj itu. “Kamu sedang membuat apa?”. Anaknya menjawab, “Aku sedang membuat meja kayu buat ayah dan ibu untuk makan saat aku besar nanti. Nanti, akan kuletakan disudut itu, dekat dengan tempat kakek biasa makan.” Anak itu tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya.
            Jawaban itu membuat kedua oarng tuanya  begitu sedih dan terpukul. Mereka tak mampu berkata-kata lagi. Lalu, air mata pun mulai bergulir dari kedua pipi mereka. Walau tak ada kata-kata yang terucap, kedua orang tua ini mengerti, ada sesuatu nyang diperbaiki. Malam itu, mereka menuntun tangan si kakek untuk kembali makan bersama di meja makan. Tak ada lagi omelan yang keluar saat ada piring jatuh, makanan yang tertumpah atau taplak yang ternoda. Kini, mereka bisa makan bersama lagi di meja utama.
Hikmah
            Sahabat, anak-anak adalah persepsi dari kita. Mata mereka akan selalu mengamati, telinga mereka akan selalu menyimak dan pikiran mereka akan selalu mencerna setiap hal yang kita lakukan. Mereka adalah peniru. Jika mereka melihat kita memperlakukan orang lain dengan sopan, hal itu pula yang akan dilakukan oleh mereka saat dewasa kelak. Orang tua yang bijak, akan selalu menyadari setiap “bangunan jiwa” yang akan disusun, adalah pondasi yang kekal buat masa depan anak-anak.
Mari, susunlah bangunan itu dengan bijak. Untuk anak-anak kita, untuk masa depan kita, untuk semuanya. Sebab, untuk mereka lah kita akan selalu belajar, bahwa berbuat baik pada oarng lain, adalah sama halnya dengan tabungan masa depan.

0 komentar

Post a Comment