KATA PENGANTAR
الرَّحِيمِ الرَّحْمنِ اللهِ بِسْمِ
Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang masih memberikan nafas kehidupan, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan penelitian tentang “Laporan Penetian Arah Kiblat Masjid Hikmatul Khairat Wajak Malang” dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar dalam segala keteladanannya.
Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Ilmu Falak yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini, orang tua yang selalu mendukung kelancaran tugas kami.
Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi tim penulis khususnya dan pembaca yang budiman pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya tugas ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.
Malang, 11 Oktober 2014
Peneliti
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................... 1
DAFTAR ISI....................................................................................................... 2
BAB I : PENDAHULUAN.............................................................................. 3
1.1 Latar Belakang................................................................................... 3
1.2 Urgensi dan hukum Arah Kiblat........................................................ 3
BAB II : LOKASI ............................................................................................. 4
2.1 Deskripsi Lokasi................................................................................. 4
2.2 Kondisi Objektif Masjid Hikmatul Khairat....................................... 4
2.3 Sejarah Penentuan Arah Kiblat Masjid Hikmatul Khairat.................. 3
BAB III : PERHITUNGAN........................................................................... 13
3.1 Metode Perhitungan........................................................................... 4
3.2 Lintang dan Bujur Tempat................................................................. 4
BAB IV ............................................................................................................ : PROSES PENGUKURAN 13
4.1 Proses Pengukuran............................................................................. 4
4.2 Metode Rumus Cosinus Sinus Arah.................................................. 4
BAB V : PENUTUP...................................................................................... 13
5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 13
LAMPIRAN........................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Arah kiblat merupakan arah yang dituju oleh umat Islam dalam melaksanakan ibadah khususnya shalat, yaitu menghadap ke arah ka’bah di Masjidil Haram.
Kata Arah Kiblat, terdiri dari dua kata yaitu. kata arah berarti jurusan, tujuan dan maksud, yang lain memberi arti jarak terdekat yang diukur melalui lingkaran besar pada permukaan bumi, dan yang lain artinya jihad, syathrah dan azimuth, sedangkan kata Kiblat berarti Ka’bah yang terletak di dalam Masjidil Haram kota Mekah. Para ulama sepakat menghadap ke arah kiblatmerupakan syarat sahnya shalat, maka kaum muslimin wajib menghadap ke arah kiblat dalam melakukan ibadah shalat. Dengan demikian arah kiblat adalah suatu arah (kiblat di Mekah) yang wajib dituju oleh umat Islam ketika ibadah shalat.
Pada hakikatnya kiblat adalah suatu arah yang menyatukan arah segenap
Umat Islam dalam melaksanakan shalat, tetapi titik arah itu sendiri bukanlah obyek yang disembah oleh umat Islam dalam melaksanakan shalat. Yang menjadi objek yang dituju oleh umat Islam dalam melaksanakan shalat itu tidak lain hanyalah Allah SWT. dengan demikian umat Islam bukan menyembah Ka’bah, tetapi menyembah Allah SWT.
Pada hakekatnya, kewajiban menghadap dalam ibadah shalat adalah kewajiban menghadapkan jiwa raga dengan sungguh-sungguh dan ikhlas kepada Allah Swt. Untuk itu, menghadapkan wajah ke tempat tersuci dengan akurat adalah salah satu cara untuk mendapatkan ketenangan hati dan pikiran sehingga dapat merasakan kehadiran Allah Swt.
Awal 2010, arah kiblat menjadi salah satu hal yang dipermasalahkan dan selalu diperbincangkan oleh masyarakat maupun ulama. Menurut penelitian para ahli, kebanyakan masjid di Indonesia tidak memiliki arah kiblat yang lurus ke Ka‟bah. Sehingga perlu adanya pelurusan kembali terhadap arah kiblat masjid-masjid tersebut. Sedangkan sebagian masyarakat mengatakan bahwa tidak mungkin mereka merubah arah kiblat masjid yang sudah ada.
Menurut keyakinan mereka, masjid merupakan warisan leluhur yang memiliki kekeramatan, sehingga mereka harus selalu menjaga dan memelihara keaslian masjid tersebut. Pada 1 Februari 2010, MUI pusat mengeluarkan fatwa nomor 3 tahun 2010 tentang arah kiblat di Indonesia. Fatwa tersebut meliputi tiga hal yaitu: Pertama, kiblat bagi orang yang shalat dan dapat melihat Ka‟bah adalah menghadap ke bangunan Ka‟bah. Kedua, kiblat bagi orang yang shalat dan Pada bulan Juli 2010, MUI memfatwakan kembali tentang arah kiblat di Indonesia.
Metode yang digunakan dalam menentukan arah kiblat mengalami perkembangan yang signifikan. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan alat yang digunakan. Mulai dari alat sederhana seperti tongkat, kompas, hingga alat-alat modern yang memiliki tingkat keakuratan cukup tinggi seperti theodolite. Bahkan kini terdapat software khusus yang dengan mudah dapat digunakan untuk mengetahui arah kiblat suatu tempat. Selain itu juga terdapat beberapa website yang dapat di akses kapan saja.
Secara umum cara penentuan arah kiblat yang biasa digunakan menggunakan acuan perhitungan sudut dan acuan bayangan. Kedua acuan ini kemudian diterapkan pada berbagai alat atau media untuk menentukan arah kiblat seperti theodolite menggunakan acuan perhitungan sudut (azimuth) dalam metode kerjanya.
Azimuth kiblat adalah busur lingkaran horizon atau ufuk dihitung dari titik utara ke timur sampai dengan titik kiblat atau lebih ringkasnya arah (garis) terdekat yang menunjukkan ke Kiblat. Azimuth kiblat, disebut juga dengan teori sudut.
Oleh karena sangat pentingnya arah kiblat bagi kesempurnaan ibadah dan bahkan kiblat menjadi rukun ibadah sholat, maka arah kiblat dikaji dengan beberapa alat dan metode supaya titik fokus letak ka’bah dapat diketahui. Untuk itu penulis akan mencoba meneliti arah kiblat sebagai tugas penelian dan sebagai pengaplikasian ilmu yang telah diterima di bangku pembelajaran kuliah. Peneliti meneliti arah kiblat Masjid Hikmatul Khairat yang berada di kecamatan Wajak Kabupaten Malang.
Praktis peneliti akan meneliti arah kiblat sesuai dengan materi yang kami peroleh di perkuliahan, untuk itu peneliti akan meneliti arah kiblat Masjid HikmatulKhairat yang berada di wajak kabupaten Malang dan dengan menyimpulkan dan merumuskan hasil penelitian melalu tulisan yang berjudul “Laporan Penelitian Arah Kiblat Masjid Hikmatul Khairat Wajak Malang”.
1.2 Urgensi dan hukum arah kiblat
Secara etimologi kiblat berarti arah, jurusan, atau mata angin. Kiblat juga bisa berarti arah ke ka’bah di Mekkah (pada waktu shalat)[1]. Secara umum kiblat adalah ka’bah atau juga disebut Baitullah al-Haram, bagian berbentuk kubus dalam masjid di Mekkah. Ditetapkan oleh Allah Swt menjadi kiblat ummat Islam ketika hidup dan matinya. Ketika hidup shalat menghadap ke kiblat dan ketika wafat dibaringkan dalam kubur menghadap kiblat.[2]
Berikut ini akan dikemukakan beberapa dalil naqli tentang arah kiblat berikut ini ;
- Q.S. al-Baqarah 20; 144 ;
“Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh kami memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu kearah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke Arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al- Kitab (taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”[3]
- Q.S. al-Baqarah (2); 149
“Dan dari mana saja kamu keluar, maka palingkanlah mukamu kearah Masjidil Haram, sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari tuhanmu. Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan”
- Q.S. al-Baqarah (2); 150
“Dan dari mana saja kamu keluar, maka palingkanlah mukamu kearah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu kearahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atau kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka, dan takutlah kepada-Ku. Dan agar kesempurnaan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk”
Selain beberapa ayat diatas, dalam hadist Rasulullah Saw telah memerintahkan menghadap ka’bah ketika salat, sesuai sabdanya ;
……”bila kamu hendak mengerjakan shalat, hendaklah menyempurnkan wudhu kemudian menghadap kiblat lalu takbir” (HR. Bukhari-Muslim)
Ayat diatas memberi petunjuk bahwa pada mulanya arah kiblat shalat itu bukanlah kearah Masjidil Haram tetapi kearah Masjidil aqsha, kemudian Allah Swt menetapkan ke arah Masjidil Haram sesuai diharapkan oleh Nabi Saw. Kewajiban menghadap ke arah Masjidil Haram itu, berlaku untuk Shalat di segala tempat. Artinya, dimana saja berada, maka untuk shalat,wajib diharuskan menghadap ke arah kiblat. Dan tempat kiblat itu adalah Masjidil Haram.
Demikian penting dan tegas menghadap ke arah Masjidil Haram ini. Allah Swt. Mengulang-ulangi dalam firman-Nya.(seperti tersebut diatas)
Ayat-ayat diatas sekaligus juga menunjukkan bahwa kewajiban menghadap ke arah kiblat itu, bukanlah berasal dari pribadi Nabi Saw., tetapi berasal dari kehendak dan ketentuan Allah Swt.
Surah al-Baqarah ayat 150, Allah Swt mengulangi lagi tentang ketentuan menghadap ke arah masjidil Haram tersebut. Ketentuan itu dpat dipahami sebagai hujjah atau pegangan bagi Nabi Saw untuk menghadapi orang-orang yang ingin mempersoalkan arah kiblat bagi Nabi Saw dan ummatnya.
Berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an dan Hadist di atas, para ulama sepakat bahwa menghadap ke Baitullah hukumnya wajib bagi orang yang melaksanakan shalat. Dengan melihat petunjuk ayat-ayat al-Qur’an dan Hadis Rasulullah Saw serta hukum wajibnya menghadap ke kiblat pada Ibadah shalat dan hal-hal lainnya, maka jelaslah bagi ummat islam akan kewajibannya untuk mempelajari geografi dan ilmu-ilmu lainnya untuk mengetahui cara menentukan arah Masjidil Haram bagi ummat Islam yang berada jauh dari ka’bah atau Masjidil Haram.
Menurut Prof. Dr. HM. Syuhudi Ismail, bahwa diantara kitab tafsir ada yang menjelaskan, bahwa dengan adanya ayat-ayat diatas yang menyebutkan “Masjidil Haram” dan bukan “ka’bah” adalah untuk memberi pengertian tentang kewajiban arah kiblat bagi orang yang jauh dari ka’bah maka cukuplah mengarahkan ke Masjidil Haram, sedang mereka yang berada di Masjidil Haram maka kiblatnya adalah ka’bah. Penjelasan ini, didasarkan pada suatu riwayat dari Rasulullah Saw, sebagaimana dikutip Prof. Dr.HM.Syuhudi Ismail,[4] yang artinya ;
“Baitullah merupakan kiblat bagi orang yang shalat di Masjidil Haram. Masjidil Haram merupakan kiblat bagi penduduk kota makkah. Dan kota Mekkah merupakan kiblat bagi penduduk bumi di belahan timur dan belahan barat dari ummatku”
Sedangkan tentang ka’bah (Baitullah), di kemukakan dalam suatu riwayat, oleh Ibn Jarir ;
“Baitullah (Ka’bah) seluruhnya adalah kiblat. Dan kiblat untuk baitullah adalah pintunya.”
Dengan melihat petunjuk ayat dan hadis di atas, maka bagi Indonesia, arah kiblatnya adalah berada pada arah kota Mekkah. Atau dengan kata lain tidak dituntut persis ke arah ka’bah.
Pada tempat ibadah yang bersifat permanen Masjid misalnya, yang salah satu fungsinya adalah untuk tempat shalat, sudah barang tentu menuntut perhitungan yang lebih teliti akan penentuan arah kiblatnya. Kesalahan atau kekhilafan menetapkan arah kiblat masjid, berarti secara terus-menerus, selama bangunan itu digunakan shalat, telah mengarahkan orang shalat ke arah yang bukan arah kiblat
Menurut Sayyid Sabiq orang yang menyaksikan ka’bah wajib menghadap ke arah ka’bah itu sendiri, sedang yang tidak dapat menyaksikannya, wajib menghadap ke arahnya, karena itulah yang disanggupi dan Allah tidak membebani seseorang kecuali menurut kadar kemampuannya.11 Hal ini berdasar pada suatu riwayat seperti dikutip Sayyid Sabiq ;
Artinya ; “Apa yang terletak diantara Timur dan Barat adalah Kiblat (HR. Ibn Majah dan at-Turmudzi).
Adapun orang yang tidak mengetahui arah kiblat atau tidak memperoleh petunjuk kiblat karena suatu sebab seperti gelap atau pada daerah yang tidak dikenal arah kiblatnya, maka wajib bertanya kepada orang yang mengetahuinya. Dan seandainya tidak ada, maka hendaklah berijtihad dan mengerjakan shalat menurut arah yang dihasilkan ijtihadnya. Shalatnya sah dan tidak diulangi, bahkan walaupun ternyata salah setelah selesai shalat. Jika kekeliruan itu diketahui sementara shalat, hendaklah ia berputar ke arah kiblat tanpa memutuskan shalatnya.
Keterangan hal terakhir ini, tersebut pada riwayat Bukhari-Muslim dari Abdullah bin Umar ra., “Ketika orang-orang sedang shalat subuh di Masjid Quba tiba- tiba datang seorang dan berkata ; sesungguhnya semalam Rasulullah Saw telah menerima wahyu dan diperintahkan menghadap kiblat, karena itu hendaklah kalian menghadap ke ka’bah. Pada mulanya mereka menghadap ke syam, maka langsung mereka berputar menghadap ka’bah”.
BAB II
LOKASI
2.1 Deskripsi Lokasi
Masjid Hikmatul Khairat merupakan masjid yang berada di dusun Maduran desa Kidangbang kecamatan Wajak kabupaten Malang. Sebuah desa di Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kecamatan ini terletak sekitar 35 km dari kota Malang arah tenggara, di antara oleh kecamatan Tumpang, Tajinan, Bululawang, Turen dan Dampit. Secara geografis, Wajak terletak di kaki gunung Semeru sebelah barat. Secara astronomis Kecamatan Wajak terletak pada 1120-37'32" sampai 122054'56" dan 8021'45".
Terdapat sungai yang mengalir mulai dari kaki gunung Semeru yaitu Kali Lesti, yang ujungnya bermuara di pantai selatan. Mayoritas penduduk bekerja sebagai petani dan pedagang, disamping itu juga banyak terdapat banyak warganya yang berprofesi sebagai pengerajin; di antaranya pengerajin anyaman tikar, pengerajin anyaman tampah, serta ada sebuah kampung yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai pengerajin kerupuk/opak, sehingga disebut sebagai kampung opakan.
Masjid Hikmatul Khairat fokusnya terletak di pedalaman di desa Kidangbang, yang cukup jauh dari pusat kota wajak. Sehingga akses menuju ke Masjid tersebut cukup jauh dan liku-liku. Sehingga tepatnya Masjid yang menjadi penelitian Arah Kiblat peneliti adalah tepatnya di dusun Maduran desa Kidangbang kecamatan Wajak Kabupaten Malang JawaTimur Indonesia.
2.2 Kondisi Objektif Masjid Hikmatul Khairat
NO | UNSUR | KETERANGAN |
1. | Nama Masjid | Hikmatul Kairat |
2. | Alamat Lengkap | Desa Maduran RT 08 RW 02 Kidangbang-Wajak-malang |
3. | Berdiri sejak tanggal/tahun | 10 ramadlan 1413 H/3 maret 1993 M |
4. | Memiliki sertifikat tanah | Ya/Tidak* |
5. | Status tanah | Wakaf/Pribad /Keluarga* |
6. | Luas tanah | 200 m2 |
7. | Luas bangunan | 300 m2 |
8. | Nama Ketua Takmir | Fadli Adhim |
10. | Afiliasi kelembagaan | NU |
2.3 Sejarah Penentuan Arah Kiblat Masjid Hikmatul Khairat
Pada awalnya berdirinya atau pembangunan Masjid Hikmatul Khairat yang berada di dusun Maduran desa Kidangbang kecamatan Wajak kabupaten Malang dulunya adalah masih berupa musholla (langgar), yang mana pada masa itu masih minim penduduk desa dan jarang jarak rumah warga satu dengan yang lainya. Dan pada saat awal pembangunan Musholla Hikmatul Khairat yang berperan dalam menentukan arah kiblat adalah tokoh masyarakat yang ada di desa tersebut.
Ketika penduduk desa sudah agak mempadat dan sudah mencukupi jumlah minimal jamaah sholat jum’ah, maka mushollah yang biasa digunakan para penduduk untuk sholat berjamaah dibongkar dan dirubah statusnya menjadi masjid, serta kondisi arah kiblat ditentukan lagi. Yang menentukan arah kiblat ketika pembongkaran mushollah menjadi masjid adalah 7 (tujuh) kiai besar ulama’ NU, diantaranya adalah: KH. Djamaluddin dan KH. Turmuzhi, beliau-beliaulah yang menentukan arah kiblat Masjid Hikmatul Khairat yang berada di dusun Maduran desa Kidangbang kecamatan Wajak kabupaten Malang yang masih dipakai sampai sekarang.
Dan juga ketujuh kiayi besar itu mendasarkan perhitungan arah kiblat dengan menggunakan metode Imam Nawawi al-Bantani dan menggunakan tongkat istiwa’.
Setelah pembangunan yang cukup lama dan pada akhirnya selesai sesuai keinginan yang diharapkan masyarakat, kemudian Masjid Hikmatul Khairat diresmikan oleh Bupati KDH TK II Malang yang bernama Drs. H. Abdul Hamid M. Pada hari rabu legi. Tgl 10 ramadlan 1413 H/3 maret 1993 M.
Dengan sejarah yang cukup jelas, baik tentang letak maupun penentuan arah kiblat Masjid Hikmatul Khairat maka kami menjadikan masjid tersebut sebagi objek penelitian atau pemraktekan penentuan arah kiblat.
BAB III
PERHITUNGAN
3.1 Metode Perhitungan
Berkat perkembangan zaman dan dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, sesungguhnya amatlah muda mengetahui dengan cepat arah suatu tempat dibumi ini. Perkembangan itu memberikan pengaruh dan implikasi positif dalam berbagai kehidupan sosial ummat manusia (masalah-masalah mu’amalah) dan untuk kepentingan hubungan vertikal kepada Allah Swt (masalah- masalah ibadah).
Sebagai wujud konkrit dalam hal ibadah, telah dialami ummat islam bahwa menentukan arah kiblat bukanlah hal yang sulit hari ini dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan meyakinkan. Beberapa cara menentukan arah kiblat yang digunakan selama ini : adalah dengan kompas, mengetahui letak geografi suatu tempat (mengetahui bujur dan lintang), bantuan mata angin, petunjuk bintang-bintang di langit, bayangan tongkat dan bayangan arah kiblat.
Guna membatasi penelitian ini, maka secara sederhana peneliti akan sedikit membahas metode perhitungan dari beberapa metode yang ada. Hemat peneliti akan menggunakan metode rumus cosinus arah/ azimut kiblat.
Rumus Cosinus Sinus Arah / Azimut Kiblat
Cotan B = cotan b. Sin a - cos a . cotan c
Sin c
Keterangan :
B atau Q = Arah kiblat suatu tempat
a = 90o – Lintang tempat
b = 90o – Lintang makkah
c = Jarak Bujur, yakni jarak antara bujur tempat dengan bujur ka’bah
Lintang Mekah (φ) = 21o 25’ LU
Bujur Mekah (λ) = 39o 50 BT
Menentukan Nilai c dengan rumus:
Ø Jika λ tm = 0o 0’ s/d 39o 50’ BT maka c = 39o 50’- λ
Ø Jika λtm= 39o 50’ s/d 180o 0’ BT maka c = λ – 39o 50’
Ø Jika λtm= 0o 0’ s/d 140o 10’ BB maka c = λ + 39o 50’
Ø Jika λtm=140o 10’ s/d 180o 0’ BB maka c=320o 10’ - λ
3.2 Lintang dan Bujur Tempat
Untuk mengetahui letak koordinat lintang dan bujur biasanya menggunakan Berpedoman pada almanak, atlas dan buku-buku falak, GPS (Globe Positioning System) atau software Astronomi, spt Google earth, encarta, mother earth dll. Praktis peneliti akan mengecek koorrdinat Masjid Hikmatul Khairat dan koordinat lintang dan bujur Mekkah (Ka’bah), peneliti menggunakan aplikasi (software) yang di download dari playstore aplikasi android yaitu “GPS Coordinate”. Setelah mengaktifkan sofware tersebut dan mengaktifkan pula GPS handphone maka secara otomatis akan di proses oleh software GPS Coordinate dan akhirnya memunculkan informasi tentang letak koordinat lintang dan bujur Masjid Hikmatul Khairat, demikian rincian sebagai berikut :
Ø Lintang Mekkah (φm) : 21° 21’ Lintang Utara
Ø Bujur Mekkah (λm) : 39° 50’ Bujur Timur
Ø Lintang Tempat (φm) : -8° 5’ 3.78” Lintang Selatan
Ø Bujur Tempat (λm) : 112° 42’ 30.85” Bujur Timur
BAB IV
PROSES PENGUKURAN
4.1 Proses Pengukuruan
Berikut ini adalah proses atau langkah-langkah peneliti melakukan pengukuran terhadap arah kiblat Masjid Hikmatul Khairat Wajak Malang.
1. Melakukan wawancara kepada ta’mir Masjid
Ø Meminta izin penelitian arah kiblat
Ø Menanyakan tentang sejarah Masjid
Ø Menanyakan tentang siapa dan degan metode apa dahulu arah masjid ditentukan
2. Menentukan Lintang dan Bujur Tempat
Berpedoman pada almanak, atlas dan buku-buku falak, GPS (Globe Positioning System) atau software Astronomi, spt Google earth, encarta, mother earth dll.
3. Menghitung Arah Kiblat
Ø Rumus Cosinus Sinus Arah / Azimut Kiblat
3. Mengukur Arah Kiblat di Masjid.
Ø menentukan arah utara, selatan, barat dan timur pada lantai masjid.
Ø Membuat garis-garis yang berkenaan dengan arah.
Ø Masukkan data yang telah dishitung dengan rumus cosinus arah
Ø Tarik garis dengan petunjuk data
Ø Mengamati arah kiblat penelitian dengan arah kiblat asli masjid
Ø Membuat kesimpulan
4. Menyusun hasil laporan
4.2 Pengukuran dengan Metode Rumus Cosinus Sinus Arah
Setelah mengetahui titik koordinat tempat baik linang dan bujur mekkah dan lokasi penelitian, maka data yang sudah di dapat di olah atau proses melalui rumus dan teori yang telah ditentukan, berikut penjabrannya;
Diketahui :
Lintang tempat Malang ( φ tm) = -8o 5’ 3.78” LS
Bujur tempat Malang ( λ tm ) = 112o 42’ 30.85” BT
Lintang Mekah ( φ m ) = 21o 25’ LU
Bujur Mekah ( λ m ) = 39o 50’ BT
a = 90° - ϕtm = 90° - (-8° 5’) = 98° 5’
b = 90° - ϕm = 90° - 21° 25’ = 68° 35’
c = λtm – λm = 112° 42’ - 39° 50’ = 72° 52’
Rumus : cotan B = cotan b . sin a – cos a . cotan c
sin c
Aplikasi Rumus :
Cotan B = Shift tan ( 1 / tan 68o 35’ x sin 98o 5’ / sin 72o 52’ – cos 98o 7’ x 1 / tan 72o 52’ ) exe Shift o ‘ “ = 24o 12’ 51.18” (B-U)
U – B = 90o – 24o 12’ 35.18” = 65o 47’ 24.82”
U – T – S – B = 360° - 65o 47’ 24.82” = 294o 12’ 35.18”
Ø Data yang diperoleh ;
Barat ke Utara = 24o 12’ 51.18”
Utara ke Barat = 65o 47’ 24.82”
Utara ke Timur ke Selatan ke Barat = 294o 12’ 35.18”
Gambar sketsa hasil penelitian
*Lihat lampiran
BAB V
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Telah menjadi ketetapan yang syari’bahwa ketentuan arah kiblat dalam Islam disyari’atkan. Dasar hukum pensyariatan ini adalah al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Saw. Bagi ummat Islam perintah menghadap kearah kiblat adalah wajib bagi ibadah-ibadah tertentu seperti shalat dan kewajiban menguburkan jenazah dimana posisi mayat dalam kubur menghadap kiblat.
Sebagai suatu syari’at yang diperintahkan, maka tuntutan untuk mengetahuinya adalah bagian dari pada kewajiban (wajib kifayah) umat Islam.
Urgensi dasar hal ini menentukan syarat sahnya ibadah shalat yang kita lakukan. Suatu hal yang patuh kita syukuri bahwa dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan dewasa ini, upaya mengetahui dan menentukan arah kiblat adalah hal yang mudah. Secara umum terdapat beberapa teori dan metode perhitungan penentuan arah kiblat, Praktis peneliti menggunakan metode rumus sinus
1.2 Saran
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya
Ali Parman, H., Prof.Dr. Ilmu Falak, Makassar : Berkah Utami, 2001
Ali Parman, H., Prof.Dr. Penuntun Praktikum Falak, Makassar; Berkh Utami,2010
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. V;Jakarta : Balai Pustaka, 1995
Ismail, Syuhudi, Drs. Ilmu Falak (Diktat), IAIN Alaudin Makassar, Fak.Syari’ah 1993.
Slide Ilmu Falak 2
[1] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus besar bahasa Indonesia, Cet.IV; Jakarta : Balai Pustaka, 1995), h.500
[2] Drs. Ali Parman, MA. Ilmu falak ,( Makassar ; Berkah Utami, 2001,)h. 68
[3] Dalam Fikih dinyatakan bahwa menghadap kiblat merupakan syarat sah yang tidak dapat ditawar-tawar, kecuali dalam beberapa hal. Selengkapnya baca Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul al-Muqtasid, (Beirut ; Dar-Al-Fikr,1991), II,h. 24.
[4] Prof. Dr. HM. Syuhudi Ismail, Ilmu Falak (Diklat), IAIN Alauddin Mks Fak. Syari’at 1993,h. 113
Oleh : Hamim Maulana Malik Ibrahim Malang
0 komentar
Post a Comment